ku buka lagi catatan usangku...
30 Agustus 2001
Kalau memang kamu tak ingin aku membagi rasa ini
denganmu tak kusalahkan. Biar kutanggung sendiri semua beban batin ini. Dan
biarkan kucurahkan melalui tulisan. Biar aku merasakan ini sendiri.
###
Lebaran tahun ini amat berbeda. Ada sesuatu yang amat
berharga yang telah hilang dari kehidupanku saat ini. Rasanya ratusan juta
rupiah, puluhan kilo berlian tak akan mampu mengembalikan semua yang telah
hilang dariku. Harga yang amat mahal. Seandainya kubisa melukiskan persaanku
saat ini, mungkin hanya gambar langit gelap yang jelas terlihat. Hati ini
begitu sakit tak tahu apa yang harus aku lakukan. Berbagi cerita pada orang
sekelilingku pun aku tak mampu. Bukan tak mampu, tepatnya malu. Malu. Malu. Aku
hanya bisa menangis mengingat semuanya. Setidaknya air mata yang jatuh
meringankan beban batin yang tertahan di dada.
Bagaimana aku menggambarkan perasaanku? sepertinya aku
harus merubah diriku sendiri. Mendramatisir keadaan justru akan membuatku lebih
sakit dari ini. ucapan-ucapan sayang dan cintamu cukup akan aku simpan dalam
hati. Begitu besarnya sayang dan cintaku padamu seiring berjalanya waktu dan
melihatmu yang enggan dibagi pilu rasanya akan menguap hilang entah kemana
sedikit demi sedikit. Apalagi dengan adanya kejujuran yang mengatakan sesuatu
yang amat aku benci. Membuatku tambah kecewa. aku tak berharap lebih. Hidupku
sudah ada di genggamanmu. Jika kamu pergi ku pikir hidupku sudah tak hidup dan
tak berharga.
Melihat tingkahku saat ini rasanya aku terlalu manja.
Aku sekarang sudah mulai tergantung padamu. Cukup aku rasakan semuanya sendiri.
Aku memang telah terbiasa sendiri. Apa yang harus aku takutkan. Aku harus biasa
sendiri lagi. Tak boleh seperti ini. Aku harap ini awal baru yang akan
membuatku kembali tegak berdiri di atas kakiku sendiri tanpa bermanja pada
orang lain. Terutama kepada orang yang telah bersedia meluangkan kasihsayangnya
untukku. Semoga aku bisa membalas semuanya.
###
Jujur..
Aku amat benci menunggu..
Aku amat membenci Manunda-nunda..
Aku amat menbenci menantimu disini..
Jujur..
Aku amat membenci bayangan yang kulihat di cermin.
Bayanganku sendiri. Aku tahu bahwa dunia adalah panggung sandiwara. Dan apakah
aku harus bangga menjadi salah seorang dari pemain sandiwara tersebut?.
Aku rasa aku memiliki dua muka. Apakah aku harus
bangga memiliki dua muka?. Entahlah. Kupikir betapa munafiknya aku.
Jujur..
Ini amat sangat jujur..
Aku amat membenci kerudung yang kupakai. Aku amat
membanci baju takwa yang kamu pakai. Aku amat membenci lagu-lagu nasyid yang
sering kamu perdengarkan. Bahkan aku amat membenci semua tingkah lakuku dan
tingkah laku kamu yang amat terlihat sopan dan baik di depan semua orang.
Sungguh aku membenci semua ini karena semua ini hanya topeng yang menutupi
kebusukan kamu dan aku. Kebusukan dua orang yang saling mencintai.
(bersambung)