Mimpi yang
kemarin kembali terbayang di benakku. Mimpi itu seakan menghantuiku. Apa yang
harus aku lakukan ?. Aku bingung dan tak tahu harus melakukan apa lagi. Mimpi
itu amat menyeramkan bagiku. Haruskah aku menceritakan mimpi itu pada momy ?.
Tapi, aku bukan sosok anak kecil yang suka bermanja pada momy yang sayang
padaku. Aku memang anak tunggal. Tapi, aku tak manja seperti anak tunggal yang
lain. Aku pun tak tahu kenapa aku seperti ini. Ayahku seorang pengusaha yang
tak pernah pulang kerumah. Paling hanya setahun sekali. Ayahku sekarang tinggal
di Brazil. Dan momy ku adalah wanita karir yang membuka usaha dibidang yang
sama dengan ayahku. Unik. Tapi itu membuatku amat pendiam sekarang. Sekitar 1
semester lagi aku lulus SMA. Lulus dari sekolah yang penuh peraturan ini.
Disini aku tak memiliki banyak teman. Hanya satu temanku. Adrian. Itupun karena
kami telah bersama semenjak SD. Mungkin dia tak pernah bosan bersamaku. Namun
aku sangat bosan bersamanya. Tapi aku tak memiliki teman lain. Aku memang tak
pandai berteman. Aku malas bicara hal yang tidak penting. Aku memang dianggap
cerdas di sekolahku. Namun aku tak merasa kan hal itu. Aku bahkan menganggapku
sosok aneh yang amat menjijikan. Bagaimana tidak, Aku hanya datang ke sekolah
untuk belajar dan ujian. Tak ada kegiatan lain yang aku tekuni. Tak ada teman
yang bisa aku ajak bercanda dan tak ada yang mau menemaniku tiap pulang
sekolah. Aku sendiri. Aku merasa sepi. Aku kesepian. Aku tak tahu aku harus
melakukan apa?. Hingga akhirnya mimpi itu menghantuiku. Tapi, aku masih tak
percaya dengan mimpi itu.
Malam ini aku
harus tidur. Besok ada ujian praktikum kimia. Namun, aku kembali mengingat
mimpi itu. Tapi tak mungkin kalau aku tak tidur lagi. Mataku sudah bengkak.
Akibat beberapa hari terus minum kopi dan tak mau tidur. Padahal aku tahu kalau
zat dalam kopi berbahaya. Apa yang harus kulakukan?. Mataku sudah amat lelah.
Tak terasa, perlahan aku tidur juga.
“Kamu tahu Rasya, banyak orang
menyayangimu. Apa kamu tak tahu Rasya, kamu itu cantik, apa kamu tak tahu Rasya
kamu itu manis. Kamu sendiri yang membuatmu merasakan kesepian yang mendalam.
Sadarlah Rasya, ubah dirimu atau biarkan aku meminjam tubuhmu. Biarkan akau
merasuk dalam tubuhmu. Biarkan aku menjadikanmu berbeda.” Badanku kaku.
Keringat dingin mengalir deras disekujur tubuhku. Aku tak dapat berteriak. Aku
hanya biasa menajamkan pendengaranku dan berusaha menenangkan pikiranku. Dan
aku tergantikan.
bersambung.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar